Seorang sahabat (laki-laki) pernah berujar seperti ini, “Kata nyokap gue, perempuan itu nasibnya memang cuma dipilih. Nggak bisa milih.” Saya terdiam. Tak ingin mengangguk, tapi juga malas berdebat. Mungkin Ibu itu tidak salah, karena dia memang hidup “di jamannya”, tapi bagi kita yang hidup di jaman sekarang: Masihkah hal itu berlaku? Permen Seharga Lima Puluh Rupiah
Lalu apa gunanya saya disekolahkan oleh orangtua saya? Apa gunanya Tuhan memberikan saya kepandaian yang menurut saya tidak kalah dengan laki-laki? Apa gunanya saya diberiNya hati untuk merasa? Bukankah suatu kekejaman jika kita memberikan sesuatu kepada seseorang, misalnya, lalu melarangnya untuk menggunakannya?
Perempuan harus boleh memilih. Sama seperti laki-laki. Perempuan boleh jatuh cinta lebih dulu. Sama seperti laki-laki. Perempuan boleh meninggalkan apa yang tidak disukainya. Sama seperti laki-laki. Perempuan boleh tidak suka memasak dan menjahit. Laki-laki boleh tidak suka sepak bola dan mengutak-atik mobilnya. Perempuan boleh tidak suka mengasuh anak. ASAL memutuskan dan memang tidak punya anak. Laki-laki boleh punya anak, asal bisa bertanggungjawab.
Kita semua sama, meskipun berbeda.
Hawa memang diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk Adam. Tapi bukan berarti derajatnya lebih rendah daripada Adam. Bisa membayangkan manusia tanpa tulang rusuk?
Perempuan memang diciptakan Tuhan untuk membantu laki-laki. Dan menghormatinya. Laki-laki diciptakan untuk mengasihi dan melindungi perempuannya. Namun jika ada laki-laki yang tidak dapat memberikan rasa aman dan tidak member nafkah kepada istrinya, maka haruskah si istri bertahan hanya karena “perempuan tidak boleh memilih”?
Lalu perempuan yang lebih muda. Haruskah ia memilih pinangan laki-laki yang tidak ia cintai? Nenek kita mungkin melakukannya. Dan berhasil. Tapi jaman sudah berubah. Dulu jaman nenek kita masih kecil, berapa harga sebutir permen, dan berapa harga permen sekarang? Jauh bedanya. Masakan hak dan kewajiban dasar laki-laki dan perempuan tidak boleh berubah?
Saya bukan orang yang menuntut kesetaraan gender secara membabi buta. Saya sadar, bahwa baik laki-laki dan perempuan diberikan Tuhan kewajiban masing-masing sesuai kodratnya. Kodrat kucing adalah mengeong, dan anjing menggonggong. Kita tidak bisa memaksa kucing untuk menggonggong dan menganggap anjing lebih tinggi derajatnya dari kucing karena dia mengonggong. Lha, mengeong – bisa nggak dia?
Maka, kalau ada yang mengatakan bahwa perempuan hanya berhak untuk dipilih dan laki-laki hanya berhak memilih, orang itu pasti hidup di jaman harga permen masih Rp 50 sebutirnya. Jika perempuan hanya bisa memilih, namun tidak ada yang memilih atau terlalu banyak yang memilih, apa jadinya dunia ini? Dan kalau laki-laki sangat boleh untuk memilih sementara tidak ada yang mau dipilihnya, bagaimana? Siapa tahu malah ada orang yang tidak ia pilih tapi mau memilihnya, bukan?
Manusia, marilah kita memilih. Dan dipilih. Memilih itu suatu kewenangan, dan dipilih itu suatu kehormatan. Kedua-duanya baik. Dan kita berhak atas kedua hal itu. Siapa pun kita. Apa pun jenis kelamin kita.
Ngomong-ngomong, jodohku piye, tuips? Rating: 4.5
Title : Permen Seharga Lima Puluh Rupiah
Description : Seorang sahabat (laki-laki) pernah berujar seperti ini, “Kata nyokap gue, perempuan itu nasibnya memang cuma dipilih. Nggak bisa milih.” Sa...